Study Naskah Tafsir Surah Al-Baqarah ayat 190 Tafsir Asy-Sya'rawi



MAKALAH STUDY NASKAH TAFSIR

Surah Al-Baqarah Ayat 190 : Tafsir Al-Sya’rawi



Dosen Pembimbing
Dr. Husnul Hakim MA

  Disusun oleh : 

Nur Ilham Arifuddin
Muhammad Sidiq Purwanto


FAKULTAS USHULUDDIN
ILMU QUR’AN DAN HADITS

INSTITUTE PERGURUAN TINGGI ILMU AL-QUR’AN
(IPTIQ) JAKARTA


2017










Pendahuluan


Al-Qur’an adalah kitab suci yang diturunkan oleh Allah SWT melalui Rasul-Nya Muhammad SAW yang berisikan pedoman untuk dijadikan petunjuk, baik pada masyarakat yang hidup di masa turunnya maupun masyarakat sesudahnya, hingga akhir zaman.

Al-Qur`an adalah sumber dari segala sumber ajaran Islam. Kitab suci menempati posisi sentral bukan saja dalam perkembangan dan pengembangan ilmu-ilmu ke Islaman tetapi juga merupakan inspirator dan pemandu gerakan-gerakan umat Islam sepanjang empat belas abad lebih sejarah pergerakan umat ini.Al-Qur`an ibarat lautan yang amat luas, dalam dan tidak bertepi, penuh dengan keajaiban dan keunikan tidak akan pernah sirna dan lekang di telan masa dan waktu. Maka untuk mengetahui dan memahami betapa dalam isi kandungan al-Qur`an diperlukan tafsir.

Ada banyak kitab tafsir yang ditulis oleh Ulama-Ulama dari berbagai zaman. Dan bagi para pendalam study Al-Qur’an harus merujuk pada berbagai kitab tafsir dari para muafssir dari berbagai zaman. Maka dari itu pada makalah ini kami akan mencoba menjelaskan sebuah ayat dengan merejuk pada salah satu kitab tafsir.




























PEMBAHASAN
(#qè=ÏG»s%ur Îû È@Î6y «!$# tûïÏ%©!$# óOä3tRqè=ÏG»s)ムŸwur (#ÿrßtG÷ès? 4 žcÎ) ©!$# Ÿw =ÅsムšúïÏtG÷èßJø9$# ÇÊÒÉÈ  

“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.”
Tafsir Wal Bayan
Sebab turunnya ayat diatas adalah bahwa Nabi Muhammad SAW sekeluarga sangat rindu untuk mengunjungi Masjidil Haram guna melaksanakan ibadah umroh, maka mereka pun berangkat bersama dengan sahabat yang lain pada tahun ke enam Hijriyah untuk melaksanakan umroh. Sesampainya mereka disuatu tempat yang bernama Hudaibiyyah, mereka bertemu dengan orang-orang Quraisyyang telah siap menghadang mereka. Mereka melarang umat Islam untuk memasuki kota Mekah. Maka terjadilah perundingan dengan kesepakatan bahwa umat Islam boleh melaksanakan umrah tahun depam yaitu tahun 7 Hijriyah. Nabi Muhammad SAW pun kembali ke Madinah bersama dengan sahabatnya, namun sebagian sahabat merasa sangat kecewa dengan kesepakatan yang diterima oleh Nabi tersebut. Sampai-sampai Umar bin Khattab marah dan mengatakan kepada Nabi SAW: “Bukankah engkau Rasulullah? Bukankah engkau dalam kebenaran?” Akan tetapi Abu Bakr menjawab seraya berkata: “Tenanglah engkau wahai Umar, sesungguhnya ia adalah Rasulullah.”
            Kemudian Nabi Muhammad SAW bertemu dengan istrinya Ummu Salamah RA dalam kondisi sedih dan kesal seraya berkata: “Celakalah muslimin yang tidak melaksanakan apa yang kuperintahkan”. Ummu Salamah RA yang mengetahui suaminya dalam kondisi sedih, kecewa, marah, dan gundah mencoba untuk menenangkan dan menghiburnya seraya berkata: “Maafkanlah mereka ya Rasulullah” mereka itu orang-orang yang terdesak/tertekan, mereka sangat meridukan Masjidil Haram untuk melaksanakan umrah dan bertahallul dengan memangkas rambut mereka. Kafir Quraisy telah melarang mereka masuk kota Mekah, sedangkan mereka hanya tinggal beberapa mil lagi untuk sampai tujuan.
            Berpegang-teguhlah dan pertahankan apa yang telah diwahyukan Allah kepadamu, jika mereka melihat engkau tetap melakukannya, mereka akan tahu itu adalah perintah yang tidak dapat ditawar lagi. Rasulullah SAW menerima pendapat itu dan melakukan apa yang telah diwahyukan kepadanya (untuk kembali ke kota Madinah). Selanjutnya muslimin pun mengikutinya pulang ke kota Madinah dan Berakhirlah sudah permasalahan tersebut. Allah menenangkan hati para sahabat sehingga mereka dapat menerima keputusan yang telah ditetapkan Nabi. Beliau menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Nabi mengatakan kepada para sahabatnya: “Bahwa di kota Mekah sekarang terdapat sejumlah muslim yang menyembunyikan Islam mereka. Jika kamu sekalian masuk, mau tidak mau kamu akan membunuh mereka, karena mereka juga menghalangi kamu walaupun mereka dalam kondisi terpaksa.”
            Sekiranya posisi umat Islam di Mekah itu tersendiri, maka aku mengizinkan kalian untuk memerangi musyrikin tersebut. Lihatlah firman Allah yang berbunyi:
ãNèd šúïÏ%©!$# (#rãxÿx. öNà2r|¹ur Ç`tã ÏÉfó¡yJø9$# ÏQ#tyÛø9$# yôolù;$#ur $¸ùqä3÷ètB br& x÷è=ö7tƒ ¼ã&©#ÏtxC 4 Ÿwöqs9ur ×A%y`Í tbqãZÏB÷sB Öä!$|¡ÎSur ×M»uZÏB÷sB óO©9 öNèdqßJn=÷ès? br& öNèdqä«sÜs? Nä3t7ÅÁçGsù Oßg÷YÏiB 8o§yè¨B ÎŽötóÎ/ 5Où=Ïæ ( Ÿ@ÅzôãÏj9 ª!$# Îû ¾ÏmÏFuH÷qu `tB âä!$t±o 4 öqs9 (#qè=­ƒts? $uZö/¤yès9 šúïÏ%©!$# (#rãxÿx. óOßg÷YÏB $¹/#xtã $¸JŠÏ9r& ÇËÎÈ    
“Merekalah orang-orang yang kafir yang menghalangi kamu dari (masuk) Masjidil Haram dan menghalangi hewan korban sampai ke tempat (penyembelihan)nya. dan kalau tidaklah karena laki-laki yang mukmin dan perempuan-perempuan yang mukmin yang tiada kamu ketahui, bahwa kamu akan membunuh mereka yang menyebabkan kamu ditimpa kesusahan tanpa pengetahuanmu (tentulah Allah tidak akan menahan tanganmu dari membinasakan mereka). supaya Allah memasukkan siapa yang dikehendaki-Nya ke dalam rahmat-Nya. Sekiranya mereka tidak bercampur-baur, tentulah Kami akan mengazab orang-orang yag kafir di antara mereka dengan azab yang pedih”.
            Setelah penjelasan dari Nabi tersebut yang dibarengi dengan turunnya ayat suci al-Qur’an, muslimin yang tadinya merasa kurang puas dengan keputusan Nabi, akhirnya mengetahui penyebabnya. Ketika mereka datang kembali pada tahun ke Tujuh Hijriyah, Allah pun menurunkan firman-Nya
 ãök¤9$# ãP#tptø:$# ̍ök¤9$$Î/ ÏQ#tptø:$# àM»tBãçtø:$#ur ÒÉ$|ÁÏ% 4 Ç
“Bulan Haram dengan bulan haram[1], dan pada sesuatu yang patut dihormati[2], Berlaku hukum qishaash”.
Pada ayat ini Allah ingin menenangkan jiwa umat Islam yang pernah kecewa pada tahun lalu. Allah SWT mengganti Zulqaedah tahun lalu dengan Zulkqaedah tahun ini. umat Islam takut kalau-kalau kafir Quraisy melanggar perjanjian mereka. Oleh karena itu, Allah mengizinkan mereka untuk memerangi mereka jika melanggar perjanjian. Maka turunlah firman Allah:
(#qè=ÏG»s%ur Îû È@Î6y «!$# tûïÏ%©!$# óOä3tRqè=ÏG»s)ムŸwur (#ÿrßtG÷ès? 4 žcÎ) ©!$# Ÿw =ÅsムšúïÏtG÷èßJø9$# ÇÊÒÉÈ  
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.”
Kata  È «!$#@Î6yÎû mempertegas bahwa Allah ingin menunjukkan kekuasaan-Nya terhadap pemimpin-pemimpin manusia yang sombong. Oleh sebab itu, jihad dijalan Allah itu tidak boleh didasari kesombongan, tamak, dan rasa ingin berkuasa. Namun, harus didasari oleh niat yang ikhlas untuk meninggikan kalimat Allah semata. Inilah tujuan dari jihad dalam syari’at Islam. Allah sangat murka terhadap sikap berlebihan dalam peperangan, artinya muslim tidak dibenarkan untuk membunuh orang yang tidak ikut berperang. Jika suku  Quraisy yang memerangi kamu atau sedang kamu serang, maka wanita, anak-anak kecil, dan orang tua yang tidak ikut berperang tidak boleh dibunuh, karena perbuatan itu telah melampaui batas. Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas. Akan tetapi peperangan orang-orang beriman menolak untuk bermusuhan, bukan untuk memulai permusuhan. Lalu Allah berfirman:
öNèdqè=çFø%$#ur ß]øym öNèdqßJçGøÿÉ)rO Nèdqã_̍÷zr&ur ô`ÏiB ß]øym öNä.qã_t÷zr& 4 èpuZ÷FÏÿø9$#ur x©r& z`ÏB È@÷Gs)ø9$#
“Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah[3] itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan”[4]
Munasabah
Al-Qur’an merupakan kitab suci yang menjadi petunjuk bagi manusia hingga hari kiamat nanti. Oleh karena itu, sebelum mengambil keputusan besar maka kembalilah kedalam Al-Qur’an. Sebab jangan sampai tindakan yang diambil oleh umat islam menjadi bomerang bagi islam itu sendiri. Islam adalah agama yang menyeru kedamaian buka kebencian. Bukti bahwa Islam bukanlah agama yang disebarkan dengan pedang, adalah karakter dakwah Islam seperti yang diperintahkan Allah kepada Rasul-Nya--yang dilakukan dengan hikmah, nasihat dan berdebat dengan cara yang terbaik. Di samping itu, Islam mengajak umat manusia untuk beriman melalui pemberdayaan rasio guna merenungi ciptaan-ciptaan Allah. Dengan cara itulah Rasul menyebarkan dakwahnya selama 13 tahun di Mekah. Tak ada pedang yang terhunus, dan tak setetes darah pun yang mengalir. Bahkan ketika kaum Quraisy menyiksa para pengikut-Nya, beliau tidak menyuruh mereka membalas. Rasul malah menyuruh para pengikutnya yang setia untuk berhijrah ke Habasyah (Etiopia) untuk menyelamatkan keyakinan mereka.[5]

Fiqhul Hayah
Ayat ini menjelaskan tentang berjihad  mempunyai batasan-batasan. Adapun beberapa pendapat mengenai batasan-batasannya seperti dijelaskan dalam Tafsir Al-Qurthubi,[6]
1.      Jika kaum perempuan memerangi maka mereka harus dibunuh, namun jika bisa ditawan maka itu adalah lebih baik.
2.      Jika anak-anak memerangi maka boleh dibunuh, namun jika tidak maka tidak boleh dibunuh karena mereka tidak terkena taklif.
3.      Para Pendeta tidak boleh dibunuh atau dijadikan budak. Mereka harus dibiarkan hidup dengan harta yang mereka miliki kecuali mereka ikut memerangi.
Para Biarawati pun tidak boleh dibunuh, dan mereka dibiarkan untuk tetap mengikuti kepercayaan mereka.
4.      Zamna (orang-orang yang sakit menahun) perlu diperhatikan kondisi mereka terlebih dahulu. Namun jika mereka menyakiti, maka boleh dibunuh.
5.      Orang-orang yang telah lanjut usia, jika seseorang telah sangat lanjut usianya dan tidak mampu untuk berperang, sementara pendapat dan dukungannya pun tidak lagi bermanfaat, maka dia tidak boleh dibunuh.
6.      Usafaa, mereka adalah buruh dan kaum tani, mereka dilarang untuk dibunuh.

Maka dari itu melihat dari pendapat-pendapat diatas maka bisa diambil kesimpulan bahwa yang boleh dibunuh hanya mereka yang memerangi atau terlibat dalam peperangan tersebut, sebagaimana dalam ayat ini
(#qè=ÏG»s%ur Îû È@Î6y «!$# tûïÏ%©!$# óOä3tRqè=ÏG»s)ムŸwur (#ÿrßtG÷ès?
“Dan perangilah dijalan Allah orang-orang yang memerangi kamu”, adalah Ahlul Hudaiiyyah. Merekalah yang diperintahkan untuk memerangi orang-orang yang memerangi mereka.
PENUTUP
Allah SWT telah menerangkan pada ayat ini bahwa, konsep jihad harus dilandasi oleh  sifat ikhlas untuk meninggikan kalimat Allah semata, bukan untuk kesombongan, tamak, serta untuk mendapat pangkat dan jabatan dunia. Perang menurut syari’at hanya untuk menegakkan dan menolong agama Allah.  Tidak hanya itu, jihad juga memiliki batasan yang tidak boleh dilanggar yaitu melampaui batas.
Adapun jihad dimasa sekarang sebagaimana penjelasan KH. Quraish Shihab seorang ilmuan yang mengamalkan ilmunya sudah termasuk jihad. Seorang ayah sebagai tulang punggung keluarga banting tulang mencari nafkah untuk keluarganya juga termasuk jihad. Semoga dengan adanya makalah ini, kita semua lebih terbuka memahami konsep jihad yang benar. Serta tidak melakukan tindakan yang melampaui batas dengan mengatas namakan jihad.















Daftar Pustaka
Al-Qurthubi, Abi Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakar, Jami’ Al-Ahkam Al-Qur’an. Beirut: Muassasasah Al-Risalah
Al-Sya’rawi, Mutawalli, Tafsir Al-Sya’rawi, Mesir : Akhbar Al-Yaum 1991
Shihab, M.Quraish, Tafsir Al-Mishbah, Tangerang: Lentera Hati 2013









                                                                                                               









[1]) Kalau umat Islam diserang di bulan haram, yang sebenarnya di bulan itu tidak boleh berperang, Maka diperbolehkan membalas serangan itu di bulan itu juga.
[2]) Maksudnya antara lain Ialah: bulan Haram (bulan Zulkaidah, Zulhijjah, Muharram dan Rajab), tanah Haram (Mekah) dan ihram
[3]) Fitnah (menimbulkan kekacauan), seperti mengusir sahabat dari kampung halamannya, merampas harta mereka dan menyakiti atau mengganggu kebebasan mereka beragama.
[4]) Mutawalli Al-Sya’rawi, Tafsir Asy-Sya’rawi
[5]) M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, hal. 419-420
[6] Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, hal : 723-724

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Penafsir Nusantara "Syaikh Abdul Halim Hasan Binjai"

Kitab Tafsir Al-Baghawi

Mengenal Penafsir Nusantara "Oemar Bakri"