Mengenal Penafsir Nusantara "KH. Ahmad Sanusi"

A. BIOGRAFI AHMAD SANUSI
Nama Ahmad Sanusi dapat dikatakan tidak setenar nama K.H. Hasyim Asyari  ataupun KH. Ahmad Dahlan . Ahmad Sanusi dilahirkan pada malam Jumat, tanggal 12 Muharram 1306 H. bertepatan dengan tanggal 18 September 1888 M. di Kampung Cantayan Desa Cantayan Kecamatan Cantayan Kabupaten Sukabumi (daerah tersebut dulunya bernama Kampung Cantayan Desa Cantayan Onderdistik Cikembar, Distrik Cibadak, Afdeling Sukabumi). Anak ketiga dari pasangan KH. Abdurrohim dengan Ibu Empok. Dilihat dari silsilah keluarganya, Ahmad Sanusi masih keturunan Syeikh Abdul Muhyi Pamijahan seorang waliyullah yang berada di daerah Pamijahan, Tasikmalaya. 
Sebagai seorang putra kyai membuat Ahmad Sanusi menjadi perhatian banyak orang, baik dari santri maupun dari masyarakat sekitar pesantren. Ketika Ahmad Sanusi menginjak usia 7 sampai 10 tahun, ia diberi tugas oleh ayahnya untuk mengembala kambing miliknya, dan dari usia 11 sampai 15 tahun beliau tetap diberi tugas mengembalakan hewan peliharaannya, hanya saja bukan kambing lagi yang digembalakan melainkan kerbau.
 
Ahmad Sanusi dibesarkan di lingkungan keluarga islami di pesantren ayahnya, sebagai putra seorang anjengan, Ahmad Sanusi sudah bergelut dengan pengkajian islam semenjak anak-anak, pertama kali belajar kepada ayahnya sendiri, di samping belajar melalui pergaulannya secara langsung dengan senior di pesantren ayahnya.semenjak menginjak usia 17 tahunan pada tahun 1905, Ahmad Sanusi mulai belajar serius untuk mendalami pengetahuan agama islam, atas anjuran ayahnya untuk lebih mendalami pengetahuan agama islam, menambah pengalaman dan memperluas pergaulan dengan masyarakat, ia nyantri ke berbagai pesantren yang ada di Jawa Barat. 

Adapun pesantren yang pernah beliau kunjungi di antaranya :
1. Pesantren Salajambe (Cisaat Sukabumi), pimpinan Anjengan Soleh/ Anjengan Anwar, lamanya nyantri kurang lebih sekitar 6 bulan.
2. Pesantren Sukamantri (Cisaat Sukabumi), pimpinan Anjengan Muhammad Siddiq, lamanya nyantri kurang lebih sekitar 2 bulan.
3. Pesantren Sukaraja (Sukaraja Sukabumi), pimpinan Anjengan Sulaeman/Anjengan Hafidz, lamanya nyantri kurang lebih sekitar 6 bulan.
4. Pesantren Cilaku (Cianjur), untuk belajar Tasawuf, lamanya nyantri kurang lebih sekitar 1 tahun.
5. Pesantren Ciajag (Cianjur), lamanya nyantri kurang lebih 5 bulan.
6. Pesantren Gentur Warung Kondang (Cianjur), pimpinan Anjengan Ahmad Syatibi dan Anjengan Qurtobi, lamanya nyantri kurang lebih sekitar 6 bulan.
7. Pesantren Buniasih (Cianjur), lamanya nyantri kurang lebih sekitar 3 bulan.
8. Pesantren Keresek Blubur Limbangan (Garut), lamanya nyantri kurang lebih sekitar 7 bulan.
9. Pesantren Sumursari (Garut), lamanya nyantri kurang lebih sekitar 4 bulan.
10. Pesantren Gudang (Tasikmalaya), pimpinan K.H.R. Suja’i, lamanya nyantri kurang lebih sekitar 1 tahun.
 
Setelah melalangbuana ke berbagai pesantren, pada tahun 1909, akhirnya Ahamd Sanusi kembali ke sukabumi dan dan masuk ke pesantren Babakan Selawi Baros Sukabumi. Ketika nyantri di Babakan Selawi Baros Sukabumi, beliau menikah dengan seorang gadis yang bernama Siti Djuwariyah putri K.H. Affandi dari Kebon Pedes, beberapa bulan menikah, pada tahun 1910 Ahmad sanusi beserta istri berangkat ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Setelah selesai menunaikan ibadah haji ia beserta istri tidak pulangh ke kampung halaman, namun mereka bermukim di Mekkah selama 5 tahun, untuk memperdalam agama islam. 

Para ulama dan tokoh yang ia kunjungi sewaktu di Mekkah diantaranya adalah :
1. Dari kalangan Ulama :
a. Syeikh Saleh Bafadil
b. Syeikh Ali Thayyib
c. Syeikh Said Jamani
2. Dari kalangan kaum pergerakan :
a. K.H. Abdul Halim (Tokoh Pendiri PUI Majalengka)
b. Raden Haji Abdul Muluk (Tokoh SI)
c. K.H. Abdul Wahab Hasbullah (Tokoh Pendiri NU)
d. K.H. Mas Mansyur ( Tokoh Muhammadiyyah)
 
Pada bulan Juni 1915, Ahmad Sanusi kembali ke kampung halamannya untuk membantu ayahnya mengajar di pesantren Cantayan, dengan gaya mengajar yang berbeda dengan kyai pada umumnya, materi yang di sampaikan oleh Ahmad Sanusi menjadi dapat diterima dengan mudah oleh santri dan jama’ahnya, maka tidak heran dalam kurun waktu yang demikian singkat sejak kepulangannya dari Mekkah, nama Ahmad Sanusi cepat dikenal oleh masyarakat, sehingga banyak jamaah yang datang dari luar daerah untuk mengaji padanya. Melihat kondisi seperti itu, ayahnya memberi saran kepada Ahmad Sanusi untuk mendirikan sebuah pesantren. Sesuai dengan saran ayahnya, maka pada tahun 1919, ia mendirikan pesantren di kampung Genteng Babakansirna, Distrik Cibadak Afdeling Sukabumi.
Ahmad Sanusi wafat setelah selesai menunaikan sholat maghrib berjamaah pada tanggal 31 Juli tahun 1950 saat itu dia berusia 62 tahun.

B. KARYA-KARYA AHMAD SANUSI
Ahmad Sanusi adalah salah satu ulama Sunda (Jawa Barat) yang produktif menulis kitabkitab
asli Sunda yang berisi tentang ajaran agama islam. Setelah mendirikan pesantren Genteng,
Ahmad Sanusi tidak hanya berdakwah secara lisan (melalui ceramah dan pengajian) saja, akan tetapi beliau berdakwah secara tulisan dengan menerbitkan majalah al-hidayat al-islamiyah dan al-Tabligh al-Islami  disamping menulis berbagai macam kitab yang telah beliau rintis semenjak di pesantren Cetayan dengan materi dan bahasan yang disesuaikan dengan dengan situasi dan kondisi seperti itu.
 
Adapun karya-karya Ahmad Sanusi tersebut adalah :
1. Tafsir Al-Quran
a. Raudatul Irfan
b. Tamsyiatul Muslimin
c. Tafsir Maljauut Thalibin
d. Miftahul Jannah
e. Tafsir surah Duha
2. Kitab Hadis
a. Tafsir Bukhari
b. Al-Hidayah
3. Tauhid dan Akidah
a. Lu’luun nadid
b. Majmaul Fawaid
c. arjamah Jauharatut tauhid
d. Ushulul islam
4. Ilmu Fikih
a. Jauharatul Mardiyah
b. Hijatul Ghulam
c. Tahdzirul Ulum
d. Al-Aqwalul Mufidah
5. Tajwid
a. Hidayatul Mustafid
b. Ahkamut Tajwid.

C. Gambaran Umum Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimin
Tafsir yang bernama lengkap Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn fî Tafsīr kalām Rabb al-‘Alamīn ini adalah karya tafsir yang ditulis oleh Ahmad Sanusi sewaktu dia menjalani tahanan kota di Sukabumi. Dalam tafsir ini tulisan ayat al-Qur‘annya memakai bahasa Arab dan dibawahnya dicantumkan alat bantu cara baca dengan tekhnik penuliasan transliterasi Arab-Latin. Terjemah serta uraian global tentang tentang tafsirnya ditulis dengan hurup Latin dan berbahasa melayu dengan menggunakan ejaan Van Ophusyen.
Berbeda dengan karya tafsir pada umumnya, Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn ini adalah sebuah karya tulis yang memuat tentang tafsir tetapi memakai format seperti majalah atau buletin yang terbit secara berkala. Hal ini dalam abad itu mungkin sebuah terobosan baru yakni, sebuah kitab tafsir memakai format sebuah majalah.
 
Terbitan perdananya dikeluarkan pada 1 oktober 1934 yaitu setelah 2 bulan status tahanan Ahmad Sanusi dipindahkan dari Batavia ke Sukabumi. Untuk terbitan pertama tafsir tersebut dicetak di percetakan Masduki dan hanya beredar di wilayah kota sukabumi saja. Pada penerbitan nomor dua bualan November 1934, percetakannya dipindahkan ke percetakan al-Ittihâd. Sejak diambil alih oleh percetakan tersebut, Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn dapat beredar luas di wilayah Bandung, Sukabumi sampai ke Jakarta. Pada terbitan yang ke 9 peredaran tafsir ini sudah mencapai ke daerah Sumatra Selatan dan mempunyai agen tetap di kota Bengkulu.
Beberapa sumber menyebutkan tidak diketahui berapa jumlah edisi yang pernah terbit. Penulis mencatat Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn memiliki edisi tahun ke-1 no.1 (1934) hingga tahun ke-5 no.53 (1939).
 
Di dalam cover depan Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn terdapat secara berurutan; nomor terbit, judul kitab, pengarang, harga langganan, alamat pengarang, agen-agen Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn, pengumuman, dan penerbit. Baru terbit empat nomor telah ada permintaan dari pelanggan agar Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn diterbitkan satu bulan dua kali, tetapi dari pihak penerbit keberatan karena alat percetakannya tidak memadai. Dalam cover depan Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn nomor enam, tertulis pengumuman bagi para pelanggan agar mengirimkan uang langganannya dan menjadi pelanggan baru. Dalam cover depan bagian dalam Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn nomor sepuluh dicantukan surat dari Wedana Batavia yang mengusulkan agar Tafsir Tamsyiyyat terbit sebulan empat kali dan dinaikkan harganya. Dalam cover depan Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn nomor sebelas, tertera pemberitahuan mengenai; agen-agen yang masih punya tunggakan uang langganan, hanya enam pelanggan yang setuju Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn terbit satu bulan empat kali. Dalam cover depan bagian luar Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn nomor tiga belas diberitahukan bahwa yang setuju Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn terbit satu bulan empat kali telah mencapai enam belas agen.
Dalam setiap Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn secara umum—dan ada pula nomor- nomor yang tidak ada—dalam cover belakang bagian luarnya ditulis sebuah peringatan- peringatan; pertama, meminta agar setiap kesalahan dalam redaksi dan struktur bahasanya dapat dikritisi. Ke-2, Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn adalah tafsir yang memuat hadis- hadis, kisah-kisah dan madzha-madzhab baik fiqh maupun theologi. Ke-3, meminta supaya Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn terus diterbitkan dan ditingkatkan. Ke-4, ketentuan-ketenyuan bagi para pelanggan.

D. SUMBER RUJUKAN
Sumber rujukan adalah literatur tafsir yang digunakan sebagai sumber rujukan oleh penafsir, baik dari segi bahasa, generasi. Literatur tafsir tersebut bisa berupa karya tafsir berbahasa arab, literatur bahasa arab yang jadi acuan, literatur bahasa Inggris, literatur bahasa Indonesia atau karya-karya lain yang berhubungan. 

Literalatur tafsir yang digunakan oleh Ahmad Sanusi dalam Tafsîr Tamsyiyyat al- Muslimîn hampir seluruhnya didominasi oleh referensi klasik Timur Tengah. Ini bisa dilihat ketika dia menjelaskan sebuah kisah dalam Sûrah al-Baqarah ayat 102: 

وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُو الشَّيَاطِينُ عَلَى مُلْكِ سُلَيْمَانَ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنْزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولَا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ وَمَا هُمْ بِضَارِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْا بِهِ أَنْفُسَهُمْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ (102)
 
Dalam menjelaskan kisah tentang Hârût dan Marût, Ahmad Sanusi mengutip penjelasannya dari beberapa tafsir klasik. Diantaranya Tafsîr Mafâtih al-Ghaib karya Fakhruddin al-Razî, Tafsîr Rûh al-Ma‘anî karya al-Alûsi, Tafsir Lubâb al-ta’wîl karya al- Khâzin, Tafsir Ma’alim al-Tanzîl karya husain ibn Mas‗ud al-Bagawî, Tafsîr Ibn Katsîr karya Ibn Katsîr dan lain sebagainya.  Walaupun di beberapa tempat ia memakai referensi tafsir modern, seperti Tafsîr al-Jawâhir karya Tantowi Jauhari, ketika menyimpulkan semua kisah-kisah dalam Surah al-Baqarah bahwa serita itu tidaklah nyata dan umat Islam diperintahkan untuk mengambil hikmah dari cerita tersebut.
 
Berikut adalah daftar tafsir-tafsir yang dijadikan sumber rujukan dalam Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn:
a. Tafsir Ma’alim al-Tanzil karya husain ibn Mas’ud al-Bagawi
b. Tafsir Ibn Katsir karya Ibn Katsir
c. Tafsir Tanwir al-Miqbas karya Fairuzabadi
d. Tafsir Mafatih al-Ghaib karya Fachruddin al-Razy
e. Tafsir Madarik al-Tanzil karya al-Nasafi
f. Tafsir al-Ta’wil karya al-Khazin
g. Tafsir Ruh al-Ma’ani karya al-Alusi
h. Tafsir al-Jawahir karya Tantowi Jauhari

E. ASPEK METODOLOGIS DALAM PENAFSIRAN
Metode penafsiran Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn menggunakan metode tahlili. Ahmad Sanusi menjelaskan kata per kata dari ayat yang dibahas sambil memberikan penjelasan secara global dari kata tersebut. Dalam menafsirkan ayat, Ahmad Sanusi seringkali menukil riwayat-riwayat maupun pendapat para mufasir ketika menafsirkan suatu ayat. Jika dirasa memerlukan pembahasan yang lebih mendalam, Ahmad Sanusi melampirkan suatu Risalah tersendiri untuk menafsirkan suatu ayat. 
Penulis berasumsi Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn memiliki corak penafsiran fiqh. Dalam menafsirkan ayat, Ahmad Sanusi seringkali memberikan penafsiran yang begitu rinci ketika menafsirkan ayat-ayat yang berkaitan tentang hukum. Selain itu Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn juga menggunakan pendekatan kontekstual atau al-Adaby al-Ijtima’I. Hal ini tidak terlepas dari latar belakang Ahmad Sanusi yang merupakan seorang pejuang.  Sehingga Ahmad sanusi ingin mendobrak pola fikir manusia khusunya pada saat itu supaya tidak tertinggal, terutama dalam memahami Kitab Suci.  Salah satu contohnya adalah ketika ia mengkritik sikap umat Islam yang  tidak berusaha untuk mencari ilmu pengetahuan sehingga terjerumus dalam keterbelakangan.

“Guru-guru dan santri-santri yang lancang, yang menjadi penipu agama itu berpura-pura zuhud, sabar, qonaah, dan menceritakan seumpama hadist-hadist itu, padahal hakekatnya supaya mereka itu tiada mendapat malu daripada kemalasannya, dan supaya dianggap tapa dari pada menjadi banyak kepadanya sedekah orang-orang. Inilah guru-guru yang merusak ‘alam Islam.”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kitab Tafsir Al-Baghawi

Mengenal Penafsir Nusantara "Syaikh Abdul Halim Hasan Binjai"

Mengenal Penafsir Nusantara "Oemar Bakri"