Mengenal Tafsir Nusantara "Tafsir Depag"

TIM PENYUSUN AL-QUR’AN DAN TAFSIRNYA
Pada mulanya, untuk menghadirkan Al-Qur’an dan Tafsirnya, Menteri Agama pada tahun 1972 membentuk tim penyusun yang disebut Dewan Penyelenggara Pentafsir Al-Qur’an yang diketuai oleh Prof. R.H.A. Soenarjo, S.H. dengan KMA No. 90 Tahun 1972, kemudian disempurnakan dengan KMA No. 8 Tahun 1973 dengan ketua tim Prof. H. Bustami A. Gani dan selanjutnya disempurnakan lagi dengan KMA No. 30 Tahun 1980 dengan ketua tim Prof. K.H. Ibrahim Hosen, LML. Susunan tim tafsir tersebut sebagai berikut:

Tim penyusun pra edisi penyempurnaan:
1. Prof. K.H. Ibrahim Husein, LML., sebagai Ketua merangkap anggota.
2. K.H. Syukri Gazali, sebagai Wakil Ketua merangkap anggota.
3. K.H. Hoesein Thoib Sebagai Sekretaris merangkap anggota.
4. Prof. H. Bustami A.Gani, sebagai anggota.
5. Prof. Dr. K.H. Muchtar Yahya, sebagai anggota.
6. Drs Kamal Muchtar sebagai, sebagai anggota.
7. Prof. K.H. Anwar Musaddad, sebagai anggota.
8. K.H. Sapari, sebagai anggota.
9. Prof. K.H. M. Salim Fachry, sebagai anggota.
10. K.H. Muchtar Luthfi El Anshari, sebagai anggota.
11. Dr. J.S. Badudu. Sebagai anggota.
12. K.H.M. Amin Nashir, sebagai anggota.
13. H.A. Aziz Darmawijaya sebagai anggota.
14. K.H.M. Nur Asyik. MA., sebagai anggota.
15. K.H.A. Razak, sebagai anggota.
Dalam rangka penyempurnaan atau penerbitan edisi baru Tafsir Departemen Agama, Menteri Agama mengeluarkan keputusan Nomor 280 Tahun 2003 sebagai dasar pembentukan tim penyusunan tafsir penyempurnaan dimaksud, dengan susunan anggota tim sebagai berikut:
• 1. Dr. H. Ahsin sakho Muhammad, M.A., sebagai Ketua merangkap anggota
• 2. Prof.KH. Ali Mustafa Yaqub, M.A., sebagai Wakil Ketua merangkap anggota
• 3. Drs. H. Muhammad Shohib, M.A., sebagai sekretaris merangkap anggota
• 4. Prof. Dr. H. Rif’at Syauqi nawawi, M.A., anggota
• 5. Prof. Dr. H. Salman Harun, sebagai anggota
• 6. Dr. Hj. Faizah Ali Sibromalisi, sebagai anggota
• 7. Dr. H. Muslih Abdul Karim, sebagai anggota
• 8. Dr. H. Ali Audah, sebagai anggota
• 9. Prof. Dr. Hj. Huzaimah T. Yanggo, M.A., sebagai anggota
• 10. Prof. Dr. H. M. Salim Umar, M.A., sebagai anggota
• 11. Prof. Dr. H. Hamdani Anwar, M.A., sebagai anggota
• 12. Drs. H. Sibli Sardjaja, LML., sebagai anggota
• 13. Drs. H. Mazmur Sya’roni, sebagai anggota
• 14. Drs. H. M. Syatibi AH., sebagai anggota
• Dr. Hery Harjono, sebagai anggota
• Dr. Muhammad Hisyam, sebagai anggota.
Tim tersebut didukung oleh Menteri Agama selaku Pembina, K.H. Sahal Mahfudz, Prof. K.H. Ali Yafie, Prof. Drs. H. Asmuni Abd. Rahman, Prof. DR. H. Kamal Muchtar, dan K.H. Syafi’I Hadzami (Alm.) selaku Penasehat, serta Prof. Dr. H. M. Quraish Shihab dan Prof. Dr. H. Said Agil Husin AL munawar, MA selaku Konsultan Ahli/ Narasumber, Prof. Dr. H.M. Atho Mudzhar (Kepala badan Litbang dan  Diklat Departemen Agama RI), Prof. Dr. Umar Anggoro Jenis, Apt, M.Sc (Kepala LIPI) dan Drs. H. Fadhal AR Bafadhal, M.SC (Ketua Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur’an) selaku Pengarah.
Pada edisi penyempurnaan, guna merespon tanggapan dan saran masyarakat akan Tafsir al-Quran Kementrian Agama untuk penambahan khazanah keilmuan Tafsir- khususnya pada ayat-ayat kauniyah dengan pendekatan ilmian yang sientific, maka Kementrian Agama bekerja sama dengan beberapa pakar dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Berikut daftar pakar-pakar yang berkontribusi;
1. Prof. H. Umar Anggara Jenie, Apt, M.Sc., selaku Pengarah
2. Dr. H. Hery Harjono selaku Ketua
3. Dr. Mahmud Hisyam selaku Sekertaris
4. Dr. Hoemam Rozie Sahil selaku anggota
5. Dr. H. A. Rahman Djuwansah selaku anggota
6. Ir. H. Dudi Hidayat, M.Sc., selaku anggota
7. Prof. Dr. H. Syamsul farid Ruskanda selaku anggota
Selain itu, Kementrian Agama RI dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) juga mendapat bantuan dari Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BTTP) yang pada saat pengerjaan diketuai oleh Prof. Dr. Ir. Said Djauhariansyah, ScM, ScD.
SEJARAH DAN PROSES PENULISAN TAFSIR.
Awal mula inisiasi penulisan tafsir Kementran Agam adalah ialah berawal dari penulisan terjemah al-Quran. Pencetakan pertama al-Qur’an dan Tafsirnya dilakukan pada 1975 berupa jilid I yang memuat juz 1 hingga juz 3. Setiap jilid tak kurang dari 450 halaman. Kemudian menyusul pencetakan jilid-jilid selanjutnya pada tahun berikutnya. Pencetakan secara lengkap, 30 juz, baru dilakukan pada tahun 1980 dengan format dan kualitas yang sederhana. Sementara pencetakan edisi yang disempurnakan dilakukan oleh Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Departemen Agama RI; dan para pengusaha penerbitan mushaf al-Qur’an di Indonesia.
Untuk saat ini, setelah diterbitkannya KMA No. 280 Tahun 2003 baru selesai dicetak 4 jilid yang setiap jilidnya berisi 3 juz. Ini sesuai target yang setiap tahun hanya akan menyempurnakan 6 juz. Dan pada saatnya nanti akan dicetak utuh pada 2007 sembari menunggu koreksian dan masukan dari masyarakat. Perinciannya sebagai berikut: tahun 2004 telah selesai dicetak 2 jilid (juz 1-6) dan tahun 2005 telah selesai dicetak 2 jilid selanjutnya (juz 7-12).
Setelah berhasil menyempurnakan Al Qur’an dan terjemahnya secara menyeluruh yang di lakukan selama 5 tahun ( 1998 – 2002 ), dan telah di lakukan cetakan perdana pada tanggal 30 juni 2004, Departemen Agama RI melanjutkan kegiatan yang lain berkaitan dengan Al Qur’an, yaitu penyempurnaan Tafsir Al Qur’an  dalam bahasa Indonesia.
Pada tahun 1972, terbentuk Tim penyusun Al Qur’an dan Tafsirnya. Tim tersebut di namakan Dewan Penyelenggara Pentafsir Al Qur’an yang diketuai oleh Prof. R.H.A. Soenarjo, S.S. dengan Keputusan Menteri Agama (KMA) No.90 tahun 1972.
Kemudian di sempurnakan dengan KMA No.8 tahun 1973 dengan ketua Tim Prof. H. Abdul Gani dan selanjutnya selanjutnya di sempurnakan lagi dengan KMA No.30 tahun 1980 dengan Ketua Tim Prof. K.H. Ibrahim Hosen, LML.
Kemudian pada penerbitan berikutnya, secara bertahap dilakukan perbaikan atau penyempurnaan di sana sini yang pelaksanaannya dilakukan oleh Lajnah Pentafsir Mushaf Al Qur’an Badan Litbang dan Diklat. Perbaikan nash al-Qur’an dan tafsir yang relatif agak luas pernah dilakukan pada tahun 1990, akan tetapi tidak mencakup perbaikan yang sifatnya substansial. Melainkan lebih pada aspek kebahasaan.
Dalam upaya menyediakan kebutuhan masyarakat  di bidang pemahaman Kitab Suci Al Qur’an, Departemen Agama melakukan upaya penyempurnaan Tafsir Al Qur’an yang sifatnya menyeluruh.
Kegiatan tersebut di awali dengan Musyawarah Kerja Ulama Al Qur’an pada tanggal 28 – 30 april 2003. Musyawarah tersebut menghasilkan rekomendasi tentang perlunya dilakukan penyempurnaan Al Qur’an dan Tafsirnya Departemen Agama. Serta nerumuskan pedoman penyempurnaan tafsir, yang kemudian menjadi acuan kerja Tim Tafsir dalam melakukan Tugas-tugasnya, termasuk jadwal penyelesaian.
Adapun aspek-aspek yang disempurnakan, mencakup perbaikan pada:
1. Aspek bahasa, yang dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan bahasa Indonesia pada zaman sekarang.
2. Aspek substansi, yang berkenaan dengan makna dan kandungan ayat.
3. Aspek munasabah dan asbabun nuzul.
4. Aspek penyempurnaan hadist, melengkapi hadist dengan sanad dan rawi.
5. Aspek transliterasi, yang mengacu kepada Pedoman Transliterasi Arab – Latin berdasarkan SKB dua Menteri tahun 1987.
6. Dilengkapi dengan kajian ayat-ayat kauniyah yang dilakukan oleh tim pakar Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ( LIPI ) .
7. Teks ayat Al Quran menggunakan rasm Usmani, diambil dari Mushaf Al Quran Standar yang ditulis ulang.
8. Terjemah Al Quran menggunakan Al Quran dan Terjemahnya Departemen Agama yang disempurnakan.
9. Dilengkapi dengan kosakata, yang fungsinya menjelaskan makna lafal tertentu yang terdapat dalam kelompok ayat yang ditafsirkan.
10. Pada bagian akhir setiap jilid diberi indeks alfabetis.
11. Diupayakan membedakan karakteristik penulisan teks Arab, antara kelompok ayat yang ditafsirkan, ayat-ayat pendukung, dan penulisan teks hadits.
Sebagai tindak lanjut Musyawarah Kerja (MUKER) Ulama Al Qur’an tersebut, Menteri Agama telah membentuk tim dengan KMA RI No.280 tahun 2003, yang susunannya adalah :
1. Prof. Dr. H.M. Atho Mudzhar
2. Prof. H. Fadhal AE. Bafadal. M.Sc.
3. Dr. H. Ahsin Sakho Muhammad, M.A.
4. Prof. K.H. Ali Mustafa Yaqub, M.A.
5. Drs. H. Muhammad Shohib, M.A.
6. Prof. Dr. H. rif’at Syauqi Nawawi, M.A.
7. Prof. Dr. H. Salman Harun
8. Dr. Hj. Faizah Ali Sibromalisi
9. Dr. H. Muslih Abdul Karim
10. Dr. H. Ali Audah
11. Dr. Muhammad hisyam
12. Prof. Dr. Hj. Huzaimah T. Yanggo, M.A.
13. Prof. Dr. H.M. Salim Umar, M.A.
14. Prof. Dr. H. Hamdani Anwar, M.A.
15. Drs. H. Sibli Sardjaja, LML.
16. Drs. H. Mazmur Sya’roni
17. Drs. H.M. Syatibi A.H.
Staf Sekretariat :
1. Drs. H. Rosehan Anwar, APU
2. Abdul Azz Sidqi, M.Ag
3. Jonni Syatri, S.Ag
4. Muhammad Musadad, S.TH.I.
Tim tersebut di dukung oleh menteri Agama selaku Pembina, K.H. Sahal Mahfudz, Prof. K.H. Ali Yafie, Prof. Drs. H. Asmuni Abd.Rahman, Prof. Drs. H. Kamal Muchtar, dan K.H. Syafi’i Hadzami selaku penasehat. Serta  Prof. Dr. H.M. Quraish Shihab dan Prof. Dr. H. Said Agil Husin Al Munawar, MA selaku konsultan ahli dan narasumber.
Di targetkan setiap tahun tim ini dapat menyelesaikan 6 Juz, sehingga diharapkan akan selesai seluruhnya pada tahun 2007. Alhamdulillah, tahun 2007 Tim Tafsir ini telah menyelesaikan seluruh kajian dan pembahasan juz 1 s/d juz 30.Dan hasilnya di terbitkan bertahap. Setiap cetak Perdana sengaja di lakukan dalam jumlah yang terbatas untuk di sosialisasikan agar mendapat masukan dari berbagai pihak untuk penyempurnaan cetakan selanjutnya.
Untuk memperoleh masukan dari para Ulama dan pakar tentang Tafsir Al Qur’an Departemen Agama yang di sempurnakan ini, telah di adakan Musyawarah Kerja Ulama Al Qur’an. Muker ulama di selenggarakan berturut-turut, dengan tujuan untuk memperoleh saran dan masukan pada penerbitan Al Qur’an dan Tafsir berikutnya.
Adapun tanggal dan tempatnya, yaitu :
1. Tanggal 16 – 18 mei 2005 di Palembang
2. Tanggal 5 – 7 september 2005 di Surabaya
3. Tanggal 8 – 10 mei 2006 di Yogyakarta
4. Tanggal 21 – 23 mei 2007 di Gorontalo
5. Tanggal 21 – 23 Mei 2008 di Banjarmasin
6. Tanggal 23 – 25 Maret 2009 di Cisarua, Bogor
SITUASI POLITIK SAAT PROSES PENYUSUNAN TAFSIR.
Kajian al-Qur’an di Indonesia, al-Qur’an dan Tafsirnya ini secara riil disusun sebagai bagian dari program rezim Orde Baru. Secara politik, masa Orde Baru itu sendiri terbagi menjadi dua periode. Periode pertama yang berakhir 1974. Periode ini ditandai dengan, 1) pemerintah melakukan negosiasi kembali tentang utangnya ke negara-negara lain. 2), badan penasehat, yaitu suatu badan parlementer yang merumuskan tujuan jangka panjang bagi bangsa Indonesia menyusun kebijakan seterusnya yang mendukung pembangunan spiritual untuk mengimbangi pembangunan fisik dalam meningkatkan tarap ekonomi. Periode kedua, sejak tahun 1978 yang ditandai oleh stabilitas politik dan keberhasilan dalam bidang infrastruktur bagi sistem ekonomi yang maju.
Beberapa waktu kemudian, Mukti Ali, yang kemudian menjadi Menteri Agama RI, mengemukakan pandangan para aktivis muslim yang menyetujui kerjasama antara pemerintah Orde Baru dengan umat Islam dalam pembangunan nasional. Dalam bukunya yang berjudul Agama dan Pembangunan di Indonesia, Mukti Ali menyuarakan pentingnya para ulama berada di barisan depan dalam gerakan moral untuk mempromosikan nilai-nilai yang positif tentang pembangunan nasional. Pandangan tersebut merefleksikan posisi pemerintah atau peranan para guru agama dalam menunjang pembangunan.
Secara ringkas juga dapat dijelaskan, pembangunan bidang keagamaan yang telah mendorong kemajuan pada periode ini merangsang pemerintah untuk terlibat secara langsung dalam penerbitan buku-buku teks. Maka ditunjuklah sebuah badan yang menghasilkan dua karya. Pertama, al-Quran dan Terjemahnya. Para anggota tim yang mempersiapkan al-Qur’an dan Terjemahnya adalah T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, Bustami A. Gani, Muchtar Yahya, Toha Jahya Omar, A. Mukti Ali, Kamal Muchtar, Gazali Thaib, A. Musaddad, Ali Maksum, dan Busjairi Majidi. Kedua, al-Quran dan Tafsirnya. Para anggota tim penterjemah itulah yang mempersiapkan penyusunan al-Quran dan Tafsirnya.
Namun demikian, ada dugaan lain bahwa di balik “kebaikan” Orde Baru yang seakan mengerti kemauan umat Islam di Indonesia, itu ternyata ada ketakutan-ketakutan politis yang menghantuinya. Ketakutan-ketakutan itu misalnya, pertama, munculnya radikalisme Islam yang akan berjuang membentuk negara Islam Indonesia sebagaimana pernah terjadi pada masa-masa sebelumnya. Kedua, tampilnya kembali partai-partai politik Islam dalam percaturan politik nasional. Ketiga, kekhawatiran merebaknya isu primordialisme di tengah masyarakat, termasuk masalah primordialisme agama. Keempat, isu tentang negara Islam dan Piagam Jakarta.
Tentu saja, jika kekuatiran pemerintah Orde Baru itu benar-benar terjadi, maka itu akan menjadi bencana bagi kelangsungan pemerintah Orde Baru sendiri. Bahkan UUD 1945 dan Pancasila sebagai landasan keberbangsaan di negeri ini, yang sangat “didewakan” oleh Orde Baru, terancam tereliminasi untuk kemudian digantikan ideologi tunggal: Islam. Padahal sejatinya, pluralitas masyarakat Indonesia, baik agama, etnik, budaya, dan sebagainya, tidak bisa diatur oleh ideologi yang sectarian dan tunggal.
Diakui juga oleh Howard M. Federspiel, dengan berakhirnya masa Soekarno, kelompok politik muslim yang mendukung Islam sebagai dasar negara mengharapkan pemunculan kembali pembicaraan-pembicaraan tersebut. Namun, pemerintah Soeharto secepatnya menjelaskan bahwa UUD 1945 akan tetap dan bahwa Pancasila akan terus menjadi dasar dan falsafah negara. Sekalipun demikian, pemerintah Soeharto memberikan interpretasi baru atas Pancasila dan UUD 1945 yang mendukung upaya-upayanya dalam menyusun dan membangun kembali negara dan ekonomi nasional. Pada saat itu telah terjadi pembenahan partai politik dimana jumlah peserta pemilih menjadi tiga parpol.
Dengan rampungnya al-Quran dan Terjemahnya dan al-Quran dan Tafsirnya, menurut Howard M. Fiderspiel, sejumlah target telah terpenuhi. Pertama, pembuatan tafsir-tafsir tersebut menjadi bagian dari rencana pembangunan pemerintah lima tahunan dari pemerintah pusat, dan telah dianggap oleh masyarakat Islam sebagai bukti bahwa negara telah terlibat dalam menyebarluaskan nilai-nilai Islam kepada masyarakat. Kedua, para cendekiawan dari berbagai IAIN telah dilibatkan dalam penerjemahan dan penafsirannya, memperlihatkan kedewasaan dan kemampuannya sebagai para ahli tafsir. Ketiga, Departemen Agama telah merencanakan untuk menciptakan standar-standar dalam pembuatan tafsir dan terjemahnya lebh lanjut, dan kedua tafsir tersebut telah memenuhi harapan itu. Keempat, satu kelompok bangsa Indonesia dari dan luar pemerintah yang disebut “Muslim-Nasional”, telah menginginkan agar pandangan ideologi mereka akan bisa dijelaskan melalui pembuatan tafsir-tafsir tersebut.
Dituliskan oleh Adang Kuswaya, dalam makalahnya Menimbang Tafsir Depag R.I: Telaah Penafsiran Surat al-Fatihah, setelah mengamati situasi sosio-politik yang melatarbelakangi terbentuknya Dewan Penyelenggara Pentafsir al-Quran Depag, dirinya menganggap bahwa usaha itu adalah sebagai salah satu upaya pemerintah mengobati dan meredam kemarahan yang “diderita” kelompok Islam dan sekaligus ingin membuktikan bahwa pemerintah peduli pada masalah agama. Dengan kata lain, apa yang dilakukan Orde Baru itu sebenarnya upaya untuk menciptakan tafsir resmi yang dapat mengarahkan para guru dalam menyesuaikan pelajaran-pelajaran al-Quran dengan perkembangan dunia modern.
Metode Penafsiran
1. Pemberian tema kelompok ayat
Pada Tafsir al-Quran Departemen Agama, tiap kelompok ayat yang masih dalam satu pembahasan disatukan dan diberikan tema maudhu'i. Ketika pembaca membuka daftar isi kita tafsir, pembaca tidak disuguhkan dengan nomor ayat, melainkan tema yang mencakup atu atau beberapa ayat. Misalkan pada awal juz ketujuh pada jilid ketiga;
1. Sikap Orang Nasrani yang Beriman kepada Al-Quran. Tema ini membawahi nash, terjemah, dan tafsir ayat 84-86 QS. Al-A'raf yang mengisahkan tentang delegasi raja Abyssinia, Najasyi- yang diutus guna mendengarkan secara langsung tentang ajaran agama islam, pada masa Hijrah pertama.
2. Sumpah dan Kafaratnya. Tema ini melingkupi nash, terjemah, dan tafsir ayat 89 QS. Al-A'raf yang membahas tentang jenis-jenis ayman dan kafarat-kafarat (penalti atas pelanggaran sumpah yang diniatkan secara sadar/أيمان المنعقدة).
3. Larangan Minum Khamar, Berjudi, Berkorban untuk Berhala dan Mengundi Nasib. Ayat ini mencakup nash, terjemah, dan tafsir ayat 90,91, 92, & 93 QS. Al-A'raf tentang beberapa larangan dalam al-Quran dalam hal konsumsi minuman memabukkan (MIRAS), praktik judi, penyembahan berhala dalam bentuk apapun, dan permainan ramal sebagaimana kebiasaan orang jahiliah saat al-Quran turun.

2. Penjelasan Keywords atau Kosakata ayat.
Hal ini merupakan metode yang mirip dengan yang digunakan oleh Al-Maraghi dalam kitab tafsir al-Qurannya. Misalkan pada tema ketiga untuk ayat 92 QS. Al-A'raf dijelaskan tentang makna kata rijs (رِجْس). Penjelasan tentang arti kata ini dimulai dengan tashrif (perubahan bentuk kata kerja bahasa arab/رَجَسَ/رَجِسَ-يَرْجِسُ) kata ini sehingga kemudian menjadi mashdar (kata jadian) rijs. Kemudian kata ini terjerjemahkan dengan komparasi kata dengan sinonim rijs yakni khabis (خبيث) dan mustaqdzar (مستقذر) yakni sesuatu yang kotor dan menjijikkan dalam persepektif akal maupun hukum syara'. Yang menjadi poin plus pada tafsir ini adalah keterangan tentang range penggunaan satu kata dalam al-Quran, misal pada kata rijs- digunakan pada 10 kali. Ini juga memudahkan para pembaca guna mengidentifikasi pemaknaan kata ini pada masing-masing ayat, dikarenakan walaupun kata yang sama namun diterjemahkan dengan makna yang berbeda pada ayat yang lain, semisal kata rijs diartikan sebagai 'kekufuran' pada QS. Al-Taubah: 125, 'siksaan' pada QS. Al-An'am: 125 dan QS. Al-A'raf: 127, najis maknawi atau kekejian pada QS. Al-Maidah: 9, 'dosa' pada QS. Al-Ahzab: 33, dan kotoran pada Al-An'am: 6.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kitab Tafsir Al-Baghawi

Mengenal Penafsir Nusantara "Syaikh Abdul Halim Hasan Binjai"

Mengenal Penafsir Nusantara "Oemar Bakri"